Gambar. Ikan Hias Capungan Banggai (Pterapogon kauderni)
Sumber : (www.reefsanctuary.com)
Ikan
capungan Banggai merupakan salah satu jenis ikan hias laut khas Banggai. Ikan
ini merupakan sumber daya perikanan yang memiliki nilai komersial yang cukup
tinggi. Keberadaannya di alam meningkatkan minat wisata alam laut karena warna
dan bentuknya yang indah dan unik.
Menurut Tullock dan Michael (1999) ikan capungan Banggai
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub
Filum : Vertebrata
Super
Klas : Gnathostomata
Kelas : Osteichtyes
Sub
Klas : Actinopterygi
Super
Ordo : Teleostei
Famili : Apogonidae
Genus : Pterapogon
Spesies
: Pterapogon kauderni, Koumans
(1933)
Keberadaannya
di alam meningkatkan minat wisata alam laut karena warna dan bentuknya yang
indah dan unik.
Ikan
ini termasuk famili Apogonidae yang merupakan anggota terbanyak dari ordo
Perciformes dengan 27 genera dan 250 spesies yang tersebar di Samudera Pasifik,
Samudera Atlantik dan Samudera Hindia. Memiliki bentuk tubuh agak pipih dengan
dasar kuning dan keperak-perakan, terdapat garis-garis hitam yang vertikal dari
sirip punggung ke sirip perut dan sirip dubur. Memiliki dua sirip punggung yang
terpisah dengan jelas,sirip punggung pertama berjari-jari keras sedangkan garis
punggung kedua berjari-jari lunak, mempunyai mata yang besar berwarna hitam dan
bentuk mulut terminal dengan ukuran kecil. Panjang tubuh sekitar 3 – 8 cm dan
pada saat dewasa berukuran 8 – 10 cm.
Daerah
penyebaran sangat terbatas di wilayah Sulawesi Tengah bagian timur, tepatnya di
Kepulauan Banggai, karena itu spesies ini termasuk endemik. Populasi ikan ini
dapat ditemukan di perairan dangkal dengan kedalaman 0 – 5 m pada daerah lamun
(sea grass) dan terumbu karang dimana banyak terdapat bulu babi dan
anemon. Mereka hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum)
yang umumnya terdapat di perairan pantai. Simbiosis dilakukan dengan cara
mengupayakan agar garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis
lurus dengan salah satu duri bulu babi yang bertujuan untuk penyamaran dan
perlindungan dari serangan predator. Selain bulu babi, ikan ini juga memiliki
tempat perlindungan lain yaitu anemon laut dengan cara memanfaatkan tubuh
mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara helaian anemon laut.
Menurut
Allen dan Steene (1995), kardinal Banggai merupakan ikan nokturnal aktif yaitu
mencari makan pada malam hari. Makanannya berupa plankton, mikro krustasea dan
ikan kecil. Perilaku biologis menunjukkan ikan ini mempunyai tingkah laku khas
sebelum melakukan pemijahan dimana ikan jantan dan betina dewasa yang telah
matang gonad akan memisahkan diri dari kelompoknya dan mencari tempat yang
cocok dan sesuai untuk kawin. Sebelum sel telur dan sperma dikeluarkan, mereka
akan melakaukan gerakan-gerakan unik yang disebut ”mating dance” atau
percumbuan. Percumbuan dilakukan oleh ikan jantan dengan berenang-renang di
sekitar ikan betina yang bertujuan untuk menarik perhatian . Pemijahan berlangsung secara eksternal dimana
sperma dilepaskan langsung ke arah telur yang sudah dikeluarkan namun masih
menggantung pada tubuh betina. Secar
umum, memiliki fekunditas yang rendah dimana setiapo kali pemijahan induk
betina hanya menghasilkan 15 – 40 butir telur saja.
Perbedaan
individu jantan dan betina terletak pada ukuran tubuh, panjang sirip punggung
kedua dan bukaan mulut. Jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, sirip
punggung kedua yang lebih panjang dan bukaan mulut yang lebih besar dari
individu betina. Induk jantan melakukan pengeraman telur yang telah dibuahi di
dalam mulut (mouth breeder). Lamanya pengeraman 10 – 14 hari terhitung
setelah terjadinya pembuahan. Telur yang dierami hanya sedikit dan berdiameter
2,8 – 3 mm.
Telur
yang ditetaskan berkembang menjadi larva dan anak ikan dalam mulut induk
jantan. Selama berlangsung tahapan tersebut, mulut jantan selalu terbuka. Waktu
yang diperlukan untuk menjadi larva dan anak ikan adalah seminggu sebelum
dilepas ke lingkungan sekitar. Pertumbuhan ikan ini tergolong lamban, setelah
usia 2 bulan baru mencapai ukuran 1,8 – 2,5 cm.
Hasil
penelitian Rusdi (2005) menunjukkan bahwa persentase indeks kematangan gonad
ikan jantan dan betina tertinggi terjadi pada bulan September , Juli dan
Oktober yang berarti aktifitas reproduksi pada bulan-bulan ini cukup besar
sedangkan bulan Juni, Agustus dan Nopember aktifitas reproduksinya rendah. Hal
ini menjadi warning tersendiri bagi para nelayan yang menangkap ikan
kardinal Banggai pada bulan-bulan tersebut agar jangan sampai terjadi overfishing.
Penyakit
Selama ini belum pernah dilaporkan adanya wabah (outbreak)
yang menyerang ikan ini. Hasil pemantauan hama penyakit ikan karantina (HPIK)
yang dilakukan oleh SKI Kelas II Luwuk Banggai pada tahun 2006 hanya menemukan
parasit jenis Trichodina sp pada kerokan lendir. Praktis, faktor
kualitas air dan keseimbangan ekologi yang terjaga pada habitat ikan ini turut
membantu meminimalisir timbulnya penyakit yang menyerang ikan yang menjadi ciri
khas Kabupaten Banggai Kepulauan ini.
Referensi
Allen, G and R.C. Steene.1995. Notes on the Ecology and
Behaviour of the Indonesia cardinal Fish (Apogonidae). Rev for Aquariol.
Rusdi (2005). Studi Beberapa Aspek Biologi Ikan Kardinal
Banggai (Pterapogon kauderni) di Kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi
Sulawesi Tengah.
Tullock, J and S, Michael, 1999. Aquarium Frontiers
Enviromental Aquaritest, (www. animalnetwork.com).
Zamrud, M. 2009. Mengenal Lebih
Dekat Capungan Banggai (Pterapogon kauderni). Info Karikan: Edisi 6 Vol.
III | September-Desember 2009.