Senin, 08 Oktober 2012

TINGKAH LAKU IKAN SIDAT

2.1 Kelompok Dan Morfologi
2.1.1 Kelompok
Ikan sidat termasuk dalam genus Anguilla, famili Anguillidae, seluruhnya berjumlah 19 spesies di wilayah Pasifik Barat (sekitar perairan Indonesia) dikenal ada tujuh spesies ikan sidat yaitu : Anguilla celebensis dan Anguilla borneensis, yang merupakan jenis endemik di perairan sekitar pulau Kalimantan dan Sulawesi, Anguilla interioris dan Anguilla obscura yang berada di perairan sebelah utara Pulau Papua, Anguilla bicolor pasifica yang dijumpai di perairan Indonesia bagian utara (Samudra Pasifik), Anguilla bicolor yang berada di sekitar Samudra Hindia (di sebelah barat Pulau Sumatra dan selatan Pulau Jawa), sedangkan Anguilla marmorata merupakan jenis yang memiliki sebaran sangat luas di seluruh perairan tropis.  Ikan  sidat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Gambar 1. Ikan Sidat (Anguilla sp)
Phylim                  : Chordata
Class                    : Pisces
Ordo                    : Apodes
Famili                   : Anguillidae
Genus                   : Anguilla
Spesies                 : Anguilla sp.
Ikan Sidat (Anguilla bicolor), termasuk famili Anguillidae, ordo Apodes. Di Indonesia diperkirakan paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis Ikan Sidat, yaitu : Anguilla encentralis, A. bicolor bicolor, A. borneonsis, A. Bicolor Pacifica, dan A. Celebensis (Anonymous, 2010).

2.1.2 Morfologi 
Bentuk tubuh  ikan sidat menyerupai ular, panjang dapat mencapai 50-125 cm, sirip punggung dan sirip dubur menyatu dengan sirip ekor, sisik sangat kecil yang terletak di dalam kulit, kepala lebih panjang dibandingkan jarak antara sirip punggung dengan anal. Sidat mempunyai sifat katadromus yaitu masa menjelang dewasa ikan sidat hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau berkembang biak di air laut. Ikan ini toleran terhadap salinitas, temperatur dan tekanan yang berbeda-beda (Mutiarasani, 2007). 
Helfman et al., (1997)  mengatakan bahwa ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 310 tahun. Anguilla sp tergolong gonokhoris yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan (Effendi, 2000).
Secara fisik, sidat mirip belut. Bedanya, sidat bertubuh seperti pipa. Di dekat kepala ada sejenis telinga, dan ada sirip pada bagian atas tubuhnya. Keunikan lain, sidat dapat menentukan jenis kelamin sesuai kondisi lingkungan. Sebelum berwarna keperakan di saat dewasa, sidat melalui fase transparan (ketika memasuki perairan tawar) dan berubah menjadi kuning. Umumnya, ketika sidat dalam fase kuning itulah banyak terjerat pancing. Sidat sering tertangkap di saluran-saluran air, anak sungai, sungai, dan danau (Anonymous, 2010).

2.2 Faktor Lingkungan yang Berpengaruh
Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 12 °C, sidat mengalami peurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 12 °C.  Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm.  Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998).
Menurut Tmuddi (2009) Lingkungan perairan yang dikehendaki untuk budidaya ikan sidat adalah ebagi berikut:
a. Suhu
Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.
b. Salinitas
Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal, A. bicolor  (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 – 7 ppt.
c. Oksigen Terlarut
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 – 2,5 ppm.
d. pH
pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 – 8.
e. Amonia (NH3- N) dan Nitrit (NO2-N)
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 – 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.

2.3 Tingkah Laku Ikan  
Ikan sidat betina lebih menyukai perairan esturia, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas perairan yang lebih rendah.  Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi  distribusi jenis kelamin dan rasio kelamin ikan sidat.  Perubahan produktifitas juga sering dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan (EIFAC/ICES, 2000). 

2.3.1 Ruaya
Perubahan iklim telah mengubah pola migrasi ikan sidat di perairan laut Kepulauan Indonesia. Jika biasanya ikan ini hanya bisa dilihat di laut selama setengah tahun, namun saat ini belut laut ini muncul sepanjang tahun (Malik, 2007).
Ruaya anadromus larva Sidat (elver) berhubungan dengan musim. Diperkirakan ruaya larva Ikan Sidat dimulai pada awal musim hujan, akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya. Ruaya anadromus larva Sidat (elver) berhubungan dengan musim. Diperkirakan ruaya larva Ikan Sidat dimulai pada awal musim hujan, akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya (Anonymous, 2010).
Ikan Sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa, setelah itu Ikan Sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang, dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. Ikan Sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai.
Menurut Yulia dalam Malik (2007), ada yang berubah dari pola migrasi sidat. Temuan lain yang di dapatkan bersama tim peneliti adalah pola migrasi yang tidak sama antara Indonesia bagian barat, tengah, dan timur. Penelitian yang dilakukan secara serentak di tiga wilayah tersebut dengan melibatkan banyak anggota tim peneliti menemukan bahwa musim kemarau merupakan puncak kelimpahan sidat di Indonesia bagian tengah yakni pada bulan April - Oktober. Namun kebalikannya, justru Indonesia bagian barat dan timur kelimpahannya rendah saat musim kemarau.
Mempelajari pola karakter hidup ikan sidat memang unik. Ikan ini bisa hidup di air tawar maupun asin, dipercaya inilah yang menyebabkan metabolisme dan daya tahan tubuh ikan ini menjadi tinggi sehingga kandungan nutrisinya pun tinggi. Ikan sidat dewasa akan bereproduksi di laut. Sementara jutaan anak-anak ikan ini akan bermigrasi mencari muara dan menuju air tawar dan tinggal di sana selama bertahun-tahun. Setelah dewasa sidat akan kembali mencari laut untuk bereproduksi begitu terus siklusnya. Ini terbalik dari ikan salmon yang justru mencari air tawar untuk melakukan reproduksi, dan anak-anaknya yang akan bermigrasi mencari laut (Maliki, 2007).
Kedatangan juvenil sidat di estuaria dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, terutama salinitas, debit air sungai, „odeur‟ air tawar dan suhu.  Elver yang sedang beruaya anadromous menunjukkan kadar thyroid hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis (ruaya melawan arus). Elver juga bersifat haphobi (menghindari massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan ruaya melawan arus ke arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003).

2.3.2 Spawning
Ikan Sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa, setelah itu Ikan Sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang, dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. Ikan Sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai (Anonimous, 2010).
Ikan sidat dapat menentukan jenis kelamin sesuai kondisi lingkungan. Sebelum berwarna keperakan di saat dewasa, sidat melalui fase transparan (ketika memasuki perairan tawar) dan berubah menjadi kuning. Siklus hidup sidat berbalik dengan ikan salmon. Sidat dewasa (bisa berusia belasan tahun) memijah di laut berkedalaman 200-1.000 meter, sebelum kemudian bertumbuh dewasa mencari perairan tawar. Adapun salmon memijah di hulu sungai kemudian dewasa di laut. Keduanya akan mati setelah bertelur (Anonymous, 2010)
Waktu berpijah sidat di perairan Samudra Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor bicolor, Oktober untuk Anguilla armorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa (Setiawan et al., 2003). Di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September (Setijanto et al., 2003).
Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, ikan sidat dewasa akan melakukan migrasi kelaut untuk melakukan pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi ke perairan tawar hingga mencapai dewasa (Irawan, 2008).

2.3.3 Stadia Perkembangan  Ikan Sidat 
Stadia perkembangan  ikan sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad). Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow eel) akan  berubah menjadi silver eel (sidat matang gonad), dan selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah.  Lokasi pemijahan sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di perairan barat pulau Sumatera (Setiawan et al., 2003).
Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya (Helfman et al., 1997). Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan (Elie, 1979).

3.3 Hubungan Ikan dengan Lingkungan
Aktivitas sidat akan meningkat pada malam hari, sehingga jumlah elver yang tertangkap pada malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari (Setijanto et al., 2003).   Hasil penelitian Sriati (2003) di di muara sungai Cimandiri menunjukkan bahwa elver cenderung memilih habitat yang memiliki salinitas rendah dengan turbiditas tinggi. Salinitas dan turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada saat bulan gelap (Musida, 2009).
Ikan sidat betina lebih menyukai perairan esturia, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas perairan yang lebih rendah.  Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi  distribusi jenis kelamin dan rasio kelamin ikan sidat.  Perubahan produktifitas juga sering dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan (EIFAC/ICES, 2000).  
Maliki (2007) menyatakan bahwa Selama awal bulan, belut laut ini tampak lebih melimpah saat laut pasang ketimbang saat surut. Dari hasil penelitian ini menemukan bahwa ikan sidat akan menjadi melimpah saat awal bulan dan saat laut pasang. Perubahan iklim mempengaruhi pergerakan ruaya ikan sidat.

3.4 Daerah Penangkapan dan Penyebaran
Di Indonesia, ikan sidat banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam seperti pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur Kalimantan, pantai Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat (Affandi, 2008). 
Wilayah penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik, Atlantik dan Hindia. Menurut Yulia dalam Tmhudd (2009), memang ada yang berubah dari pola migrasi sidat. Temuan lain yang dia dapatkan bersama tim peneliti adalah pola migrasi yang tidak sama antara Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Selama tiga tahun penelitian celebesensis merupakan spesies paling melimpah dengan angka 73,5 persen, 79,5 persen, dan 81,9 persen. Marmorata merupakan spesies dengan kelimpahan nomor dua dengang persentase 23,8 persen, 18,8 persen, dan 17,7 persen. Sedangan bicolor pasifika hanya 2,7 persen, 1,7 persen, dan 0,3 persen. Selama awal bulan, belut laut ini tampak lebih melimpah saat laut pasang ketimbang saat surut. Dari hasil penelitian ini menemukan bahwa ikan sidat akan menjadi melimpah saat awal bulan dan saat laut pasang.